Ibnu Qoyyim Al Jauziyah mengatakan bahwa ada sepuluh hal yang tidak bermanfaat.
Pertama: memiliki ilmu namun tidak diamalkan.
Kedua: beramal namun tidak ikhlash dan tidak mengikuti tuntunan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketiga:
memiliki harta namun enggan untuk menginfakkan. Harta tersebut tidak
digunakan untuk hal yang bermanfaat di dunia dan juga tidak diutamakan
untuk kepentingan akhirat.
Keempat: hati yang kosong dari cinta dan rindu pada Allah.
Kelima: badan yang lalai dari taat dan mengabdi pada Allah.
Keenam: cinta yang di dalamnya tidak ada ridho dari yang dicintai dan cinta yang tidak mau patuh pada perintah-Nya.
Ketujuh: waktu yang tidak diisi dengan kebaikan dan pendekatan diri pada Allah.
Kedelapan: pikiran yang selalu berputar pada hal yang tidak bermanfaat.
Kesembilan: pekerjaan yang tidak membuatmu semakin mengabdi pada Allah dan juga tidak memperbaiki urusan duniamu.
Kesepuluh:
rasa takut dan rasa harap pada makhluk yang dia sendiri berada pada
genggaman Allah. Makhluk tersebut tidak dapat melepaskan bahaya dan
mendatangkan manfaat pada dirinya, juga tidak dapat menghidupkan dan
mematikan serta tidak dapat menghidupkan yang sudah mati.
Itulah
sepuluh hal yang melalaikan dan sia-sia. Di antara sepuluh hal tersebut
yang paling berbahaya dan merupakan asal muasal segala macam kelalaian
adalah dua hal yaitu: hati yang selalu lalai dan waktu yang tersia-siakan.
Hati yang lalai akan membuat seseorang mengutamakan dunia daripada
akhirat, sehingga dia cenderung mengikuti hawa nafsu. Sedangkan
menyia-nyiakan waktu akan membuat seseorang panjang angan-angan.
Padahal
segala macam kerusakan terkumpul karena mengikuti hawa nafsu dan
panjang angan-angan. Sedangkan segala macam kebaikan ada karena
mengikuti al huda (petunjuk) dan selalu menyiapkan diri untuk berjumpa
dengan Rabb semesta alam.
Semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang
bermanfaat. Segala puji bagi Allah, yang dengan nikmat-Nya segala
kebaikan menjadi sempurna.
Rujukan: Al Fawa’id, Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, hal. 108, Darul ‘Aqidah, cetakan pertama, 1425 H.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.remajaislam.com
Selasa, 28 Februari 2012
Jumat, 17 Februari 2012
let it go
LET IT GO
“ Sampun bu,
mboten usah katahan pikiran “
Entah sudah
berapa ribu kali kalimat itu terucap dariku untuk pasien pasienku but still..
mengucapkan itu lebih mudah daripada melakukan. Masih saja aku yang tidak bisa melepaskan
diri dari pikiran yang membelit.
Kadang iri
melihat suamiku memecahkan berbagai masalah dengan satu solusi : tidur. Ya, Dihadapkan
dengan masalah apapun, dia pasti langsung tidur dengan enaknya.Pembelaan diri
favoritnya adalah “ daripada stress mending tidur, ketika bangun, perasaan
segar, maka kita akan bisa berpikir lebih baik”
Begitu juga
kali ini, seharusnya aku bisa melepaskan. Ikhlas.Rela. Let it go... semua
peristiwa di alam ini sudah diatur oleh Allah 50ribu tahun sebelumnya, and there’s
nothing i can do to change that. Tentu saja pasti akan sering berhadapan dengan
situasi yang tidak enak, keadaan yang menjengkelkan, tidak sesuai mau kita,
tidak ‘ideal’, tapi kita tidak bisa melakukan apa apa. Maka di saat itulah
ujian terberat menurutku. Yaitu kita harus sabar menjalaninya. Sabar bahwa itu
tidak sesuai dengan keinginan kita, sabar untuk tidak marah, sabar untuk tidak
melakukan sesuatu yang menyakiti orang lain, karena ketika kita sedang diuji,
pasti keinginan untuk menyakiti orang lain yang tampak bahagia, akan jauh lebih
besar. Karena disitulah kipas setan mulai berkibar membesarkan api iri, dengki,
dosa pertama syaitan.
Let it go...
karena ketika kita bisa menerima keadaan, maka kita bisa melihat masalah dengan
lebih jernih, dan insyaAllah kita akan bisa melihat jalan keluar dari
permasalahan ini. Let it go.. karena ketika kita memutuskan ikhlas dan pasrah
sesuai ketentuanNYA maka akan terlihatlah jalan yang kita pilih,jalan yang ‘ideal’
menurut kita belum tentu adalah jalan yang terbaik menurutNya dan baru kita
ketahui nanti. Let it go, dan terimalah pilihan Allah pasti yang terbaik, cukup
kita sabar ikhlas mengikuti jalan takdirNya.
Boleh jadi
kamu mengira sesuatu itu baik adanya...
Rabu, 08 Februari 2012
amanah baruku
Hari ini sebuah amanah baru kuemban dalam genggamanku,
meskipun tidak seperti yang aku perkirakan sebelumnya, maka aku ingin tetap
berbaik sangka pada Allah yang sudah mengaruniaiku rejeki ini, dan aku yakin
(Ya Allah kuatkanlah keyakinanku ini)
bahwa Allah pasti memberikan yang terbaik bagi hambaNya meskipun
hambaNya belum mengetahui hal itu sekarang.
Kemarin ketika merenungkan pekerjaanku, waktu yang
kuhabiskan, dan amal saleh yang kulakukan, aku tercenung memikirkan betapa
banyak waktuku tersia –sia jika aku melakukan pekerjaan yang tidak mencari
ridhaNya. Bayangnkan, aku berada di kantor selama 5-6 jam sehari dan berapa
banyak dari waktuku itu tersia tanpa melakukan amal shaleh untukNya? Tapi hal
yang paling kutakutkan adalah waktuku di kantor habis untuk melakukan sesuatu
yang tidak diridhoiNya, padahal berapakah waktu yang tersisa untukku Ya Allah?
Aku selalu takut akan amanah memegang uang dan kekuasaan,
karena aku tahu tiga hal yang memabukkan manusia adalah harta, tahta, dan
wanita. Wanita dalam hal aku sebagai seorang perempuan mungkin bisa kuganti
dengan godaan cinta. Aku takut ketika gerbang kekuasaan dan harta itu terbuka,
aku tidak bisa lari darinya atau pekerjaanku tergadaikan di situ, sungguh, aku
tak mau, lindungilah aku Ya Allah dari berhadapan dengan situasi seperti itu.
Aku ingin semua yang dimakan aku dan keluargaku tetaplah halal dan berkah.
Semakin kurenungkan, semakin mantaplah aku bahwa apa yang
kuinginkan dalam pekerjaan bukanlah kekuasaannya (meskipun kuakui, ya, itu
menggoda), bukan juga harta nya (insyaAllah harta yang kudapat selama ini bisa
mencukupi dan terpenting adalah berkahnya) taoi aku ingin bekerja dimana bisa
menjadi tabungan amal shalehku di akhirat kelak, aku ingin membagi ilmu
pengetahuan sebanyak banyaknya, aku ingin mempersiapkan amalan shaleh yang bisa
terus mengalir di kuburku kelak. Aku ingin mencapai kepuasan dalam memperdalam
ilmu sebanyak banyaknya dan membagi ilmuku seluas mungkin.
Selasa, 07 Februari 2012
SEDEKAH
Sedekah. Suatu kata yang gampang diucapkan, tapi nyatanya
tidak selalu mudah dilakukan. Berapa kali kita berjanji pada diri kita sendiri
bahwa suatu hari nanti kita akan bersedekah sebanyak banyaknya ketika sudah
mempunyai cukup banyak uang, tapi apa kenyataannya? Ketika tangan kita akhirnya
memegang uang yang kita syaratkan sendiri, kenapa terasa begitu berat
mengeluarkan sedekahnya?
Pada saat akan mengeluarkan sedekah, terbayang beratnya
usaha yang dikeluarkan untuk meraih uang sejumlah yang kita pegang. Tiba tiba
kita membayangkan jam-jam kerja panjang yang kita tabung, beratnya perjalanan
ke tempat kerja, usaha kita untuk menahan keinginan membeli berbagai
barang...dan sekarang? Ketika uangnya telah ada di tangan kita, apakah akan
begitu mudahnya kita sedekahkan?
Anak Adam berkata: "Hartaku... hartaku..." Nabi
Saw bersabda: "Adakah hartamu, hai anak Adam kecuali yang telah kamu
belanjakan untuk makan atau membeli sandang lalu kumal, atau sedekahkan lalu
kamu tinggalkan." (HR. Muslim)
Ya sesungguhnya jika kita renungkan sebentar saja, maka apa
saja yang kita beli itu hanya akan berakhir 2 hal : makan atau sandang. Dan
jika kita renungkan lebih lanjut maka hal itu akan membawa ke mana? Makanan
akan dicerna tubuh kita menjadi kotoran. Entah itu berasal dari warung hik
pinggir jalan senilai seribu rupiah ataukah berasal dari restoran papan atas di
Paris seperti yang banyak dinikmati orang-orang super kaya di negara ini
sekalipun maka itu hanya akan berakhir menjadi kotoran.
Kedua, apa saja yang kita beli apakah itu pakaian murah
ataukah pakaian mahal seharga puluhan juta yang hanya sekali dipakai oleh sang
artis atau pejabat, maka kain itu pasti suatu hari nanti akan berakhir menjadi
rombeng. Adakah yang bisa menemukan gaun indah milik ratu majapahit misalnya?
Sekarang kain itu kemungkinan besar sudah menjadi rombeng. Begitu juga rumah
yang kita beli, suatu hari nanti pastilah ada yang akan merobohkannya,
merenovasinya, atau membelinya dan kayu serta semen itu akan menjadi rombeng.
Pertanyaan besarnya, lalu apakah harta kita yang sebenarnya?
Harta kita yang sebenarnya adalah harta
yang kita nafkahkan di jalan Allah... harta yang kita sedekahkan dengan ikhlas
karena untuk memenuhi perintah Allah semata, insya Allah harta itulah yang akan
menjadi harta abadi kita. Jadi kalau mau menghitung, berapakah harta kita
sebenarnya?
Misalkan dalam satu bulan ini, gaji kita sejumlah 2 juta. 1
juta untuk beras, belanja bulanan, makan minum maka itu akan menjadi (maaf)
kotoran. Selanjutnya 500 ribu untuk kita membeli baju, tas, sepatu, sofa mebel
terbaru, maka itu akan menjadi rombeng. Selanjutnya 300 ribu untuk ditabung di
bank, maka jika belum kita manfaatkan itu adalah hak ahli waris kita nanti ,
sedangkan 200 ribu kita sedekahkan. Maka sesungguhnya harta kita sebenarnya
adalah 200 ribu itu. Saldo kita di tabungan yang abadi adalah 200 ribu itu.
–Wallahu Alam-
Pernah ada cerita tentang orang yang paling rugi, dimana ia
telah bekerja keras sepanjang hidupnya, tidak pernah makan kenyang, dan tak mau
memberi kepada yang membutuhkan, hartanya ia kikir dan ditabung sampai
menumpuk. Akan tetapi ajalnya telah mendahuluinya, dan alangkah menyesalnya ia
ketika kelak mengetahui siksa kepadanya tetaplah kekal, sedangkan harta yang ia
kumpulkan setengah mati dan menjadi warisan disedekahkan oleh si ahli waris.
Ahli waris ini mengumpulkan banyak pahala dari harta yang ia kumpulkan, dan ia
memperoleh siksa karena kekikirannya. Alangkah meruginya!!
Kemarin saya disentakkan oleh cerita lugu dari tukang sayur
di depan kantor saya. Saya bertanya apa yang dia lakukan dengan sisa sayur yang
tidak laku hari itu? Dengan lugunya ia menjawab ia memberikan sebagian sayur
yang tidak laku kepada tetangga depan rumahnya, yaitu seorang anak yatim dan
ibunya. Masya Allah, saya tersentak. Tukang sayur yang tidak tetap
penghasilannya ini lebih banyak bersedekah daripada saya! Setiap hari dia
mensedekahkan mungkin setengah sampai tiga perempat hasil modalnya dengan
ikhlas tanpa perhitungan untung-rugi, sedangkan saya tak pernah mensedekahkan
setengah gaji saya setiap bulan. Ya Allah betapa kau menegur aku....
-peringatan untuk diri sendiri-
Rejeki orang lain
Melihat rejeki orang lain
" Dan janganlah engkau tujukan pandangan matamu kepada
kenikmatan yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka,
(sebagai)bunga kehidupan dunia agar Kami uji mereka dengan (kesenangan)
itu"
(QS Taha, 20 : 13)
Masalah rejeki, kata orang jawa "hidup itu gur sawang sinawang" yang artinya hidup itu cuma saling lihat melihat, saling membandingkan satu sama lain. Ibaratnya "rumput tetangga selalu lebih hijau". Jarang sekali kita puas dengan kehidupan kita, jarang sekali kita mensyukuri rejeki yang ada pada kita, kita hanya sibuk membandingkan dan terus membandingkan. Padahal membandingkan tidak akan pernah selesai.
Padahal kita dianjurkan untuk selalu berlomba-lomba dalam kebajikan. tapi kenyataannya? Kenyataannya kita lebih banyak sibuk berlomba dalam mencari materi, dan tidak pernah puas. punya kerjaan, ingin mobil. punya mobil, ingin rumah. punya rumah , ingin sekolah yang lebih bagus untuk anak, punya semuanya, ingin jalan-jalan ke luar negeri.setelah jalan-jalan, ingin punya villa di sana. pertanyaannya, kapan selesainya?
" kamu telah dilalaikan oleh kemewahan hingga kamu masuk ke liang kubur" (QS At-Takasur 1;2)
Ya, mencari kemewahan itu hanya akan berhenti setelah masuk liang kubur, artinya manusia tidak akan pernah puas mencari kemewahan untuk dirinya sendiri. tidak akan pernah puas,maka banyak-banyaklah bersyukur dan jadikan ridha Allah sebagai tujuan akhir, insya Allah kita akan merasa cukup, karena bukankah sesuai ayat awal tadi bahwa kenikmatan yang diberikan kepada beberapa golongan itu hanyalah bunga kehidupan dunia, dan kesenangan itu justru merupakan ujian dari Allah untuk kita, apakah kita akan iri, dengki, kikir, berbuat maksiat dengan kekayaan yang berlimpah. ataukah kita akan berusaha zuhud, berhati-hati dari berbuat riya, bersyukur dengan bersedekah?
kita yang memutuskan, dan kita tidak akan bisa memutuskan berbuat baik selain dengan pertolongan Allah. maka banyak-banyaklah meminta pertolonganNya dan sisakan hati dan waktu kita untuk berhenti dan bersyukur.
(QS Taha, 20 : 13)
Masalah rejeki, kata orang jawa "hidup itu gur sawang sinawang" yang artinya hidup itu cuma saling lihat melihat, saling membandingkan satu sama lain. Ibaratnya "rumput tetangga selalu lebih hijau". Jarang sekali kita puas dengan kehidupan kita, jarang sekali kita mensyukuri rejeki yang ada pada kita, kita hanya sibuk membandingkan dan terus membandingkan. Padahal membandingkan tidak akan pernah selesai.
Padahal kita dianjurkan untuk selalu berlomba-lomba dalam kebajikan. tapi kenyataannya? Kenyataannya kita lebih banyak sibuk berlomba dalam mencari materi, dan tidak pernah puas. punya kerjaan, ingin mobil. punya mobil, ingin rumah. punya rumah , ingin sekolah yang lebih bagus untuk anak, punya semuanya, ingin jalan-jalan ke luar negeri.setelah jalan-jalan, ingin punya villa di sana. pertanyaannya, kapan selesainya?
" kamu telah dilalaikan oleh kemewahan hingga kamu masuk ke liang kubur" (QS At-Takasur 1;2)
Ya, mencari kemewahan itu hanya akan berhenti setelah masuk liang kubur, artinya manusia tidak akan pernah puas mencari kemewahan untuk dirinya sendiri. tidak akan pernah puas,maka banyak-banyaklah bersyukur dan jadikan ridha Allah sebagai tujuan akhir, insya Allah kita akan merasa cukup, karena bukankah sesuai ayat awal tadi bahwa kenikmatan yang diberikan kepada beberapa golongan itu hanyalah bunga kehidupan dunia, dan kesenangan itu justru merupakan ujian dari Allah untuk kita, apakah kita akan iri, dengki, kikir, berbuat maksiat dengan kekayaan yang berlimpah. ataukah kita akan berusaha zuhud, berhati-hati dari berbuat riya, bersyukur dengan bersedekah?
kita yang memutuskan, dan kita tidak akan bisa memutuskan berbuat baik selain dengan pertolongan Allah. maka banyak-banyaklah meminta pertolonganNya dan sisakan hati dan waktu kita untuk berhenti dan bersyukur.
Langganan:
Postingan (Atom)