Sedekah. Suatu kata yang gampang diucapkan, tapi nyatanya
tidak selalu mudah dilakukan. Berapa kali kita berjanji pada diri kita sendiri
bahwa suatu hari nanti kita akan bersedekah sebanyak banyaknya ketika sudah
mempunyai cukup banyak uang, tapi apa kenyataannya? Ketika tangan kita akhirnya
memegang uang yang kita syaratkan sendiri, kenapa terasa begitu berat
mengeluarkan sedekahnya?
Pada saat akan mengeluarkan sedekah, terbayang beratnya
usaha yang dikeluarkan untuk meraih uang sejumlah yang kita pegang. Tiba tiba
kita membayangkan jam-jam kerja panjang yang kita tabung, beratnya perjalanan
ke tempat kerja, usaha kita untuk menahan keinginan membeli berbagai
barang...dan sekarang? Ketika uangnya telah ada di tangan kita, apakah akan
begitu mudahnya kita sedekahkan?
Anak Adam berkata: "Hartaku... hartaku..." Nabi
Saw bersabda: "Adakah hartamu, hai anak Adam kecuali yang telah kamu
belanjakan untuk makan atau membeli sandang lalu kumal, atau sedekahkan lalu
kamu tinggalkan." (HR. Muslim)
Ya sesungguhnya jika kita renungkan sebentar saja, maka apa
saja yang kita beli itu hanya akan berakhir 2 hal : makan atau sandang. Dan
jika kita renungkan lebih lanjut maka hal itu akan membawa ke mana? Makanan
akan dicerna tubuh kita menjadi kotoran. Entah itu berasal dari warung hik
pinggir jalan senilai seribu rupiah ataukah berasal dari restoran papan atas di
Paris seperti yang banyak dinikmati orang-orang super kaya di negara ini
sekalipun maka itu hanya akan berakhir menjadi kotoran.
Kedua, apa saja yang kita beli apakah itu pakaian murah
ataukah pakaian mahal seharga puluhan juta yang hanya sekali dipakai oleh sang
artis atau pejabat, maka kain itu pasti suatu hari nanti akan berakhir menjadi
rombeng. Adakah yang bisa menemukan gaun indah milik ratu majapahit misalnya?
Sekarang kain itu kemungkinan besar sudah menjadi rombeng. Begitu juga rumah
yang kita beli, suatu hari nanti pastilah ada yang akan merobohkannya,
merenovasinya, atau membelinya dan kayu serta semen itu akan menjadi rombeng.
Pertanyaan besarnya, lalu apakah harta kita yang sebenarnya?
Harta kita yang sebenarnya adalah harta
yang kita nafkahkan di jalan Allah... harta yang kita sedekahkan dengan ikhlas
karena untuk memenuhi perintah Allah semata, insya Allah harta itulah yang akan
menjadi harta abadi kita. Jadi kalau mau menghitung, berapakah harta kita
sebenarnya?
Misalkan dalam satu bulan ini, gaji kita sejumlah 2 juta. 1
juta untuk beras, belanja bulanan, makan minum maka itu akan menjadi (maaf)
kotoran. Selanjutnya 500 ribu untuk kita membeli baju, tas, sepatu, sofa mebel
terbaru, maka itu akan menjadi rombeng. Selanjutnya 300 ribu untuk ditabung di
bank, maka jika belum kita manfaatkan itu adalah hak ahli waris kita nanti ,
sedangkan 200 ribu kita sedekahkan. Maka sesungguhnya harta kita sebenarnya
adalah 200 ribu itu. Saldo kita di tabungan yang abadi adalah 200 ribu itu.
–Wallahu Alam-
Pernah ada cerita tentang orang yang paling rugi, dimana ia
telah bekerja keras sepanjang hidupnya, tidak pernah makan kenyang, dan tak mau
memberi kepada yang membutuhkan, hartanya ia kikir dan ditabung sampai
menumpuk. Akan tetapi ajalnya telah mendahuluinya, dan alangkah menyesalnya ia
ketika kelak mengetahui siksa kepadanya tetaplah kekal, sedangkan harta yang ia
kumpulkan setengah mati dan menjadi warisan disedekahkan oleh si ahli waris.
Ahli waris ini mengumpulkan banyak pahala dari harta yang ia kumpulkan, dan ia
memperoleh siksa karena kekikirannya. Alangkah meruginya!!
Kemarin saya disentakkan oleh cerita lugu dari tukang sayur
di depan kantor saya. Saya bertanya apa yang dia lakukan dengan sisa sayur yang
tidak laku hari itu? Dengan lugunya ia menjawab ia memberikan sebagian sayur
yang tidak laku kepada tetangga depan rumahnya, yaitu seorang anak yatim dan
ibunya. Masya Allah, saya tersentak. Tukang sayur yang tidak tetap
penghasilannya ini lebih banyak bersedekah daripada saya! Setiap hari dia
mensedekahkan mungkin setengah sampai tiga perempat hasil modalnya dengan
ikhlas tanpa perhitungan untung-rugi, sedangkan saya tak pernah mensedekahkan
setengah gaji saya setiap bulan. Ya Allah betapa kau menegur aku....
-peringatan untuk diri sendiri-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar