Dalam perjalananan saya sebagai
pegawai yang ibaratnya baru merangkak ini, Alhamdulillah saya diberi kesempatan
mengamati dan merenungi post power
syndrome yang menghinggapi beberapa pegawai yang pensiun.
post power syndrome sendiri adalah suatu
sindrom psikologis dimana setelah kehilangan jabatan, kedudukan di masyarakat,
keluarga atau pekerjaannya seseorang merasa kehilangan percaya diri, dan
mencari-cari pembuktian eksisitensi dirinya, hal ini dilakukan karena biasanya
seseorang belum siap atas kehilangan yang dialaminya, belum pernah
mempersiapkan kegiatan pengganti, atau menolak berpikir ke arah yang lebih jauh
ketika sedang berada di puncak kekuasaannya atau comfort zone nya.
Ada pegawai yang belum mau
dipanggil mantan, dan masih berilusi dia memegang jabatan penting dan masih
mempunyai peranan penting, ada pegawai yang kaget ketika dihadapkan hari-hari
pensuiun sedangkan belum menyiapkan kegiatan lain yang bisa dilakukan , alhasil
harinya dihabiskan dengan merenungi keadaan tanpa kegiatan bermanfaat.
Dan yang
paling berlebihan menurut saya adalah pegawai yang bersikeras merasa besar dan
masih harus dihormati dengan merencanakan berbagai macam rencana dan melibatkan
orang-orang yang belum ditanya kesediaannya, tapi merasa dia masih bisa memerintah
orang-orang tersebut.
Merenungkan semua ini, saya
mengambil kesimpulan bahwa post power syndrome harus disikapi sejak dini, kalau
bisa malah sejak kita mulai bekerja, agar kita tidak mengalami gejala kesulitan
penyesuaian diri.
- Pertama, marilah kita membersihkan niat dan tujuan kita dahulu,yaitu bahwa
cukuplah kita hidup, bekerja dan berusaha adalah untuk beribadah kepada Allah
SWT. Begitu keyakinan itu tertancap kuat di benak kita, insya Allah kita akan
menjalani kehidupan dengan lebih ikhlas. Ikhlas jika kita mendapat kedudukan ,
ikhlas jika kita melepas kedudukan, karena bukanlah itu yang kita pegang, tapi
ridha Nya semata
- Kedua, ayo kita mulai memandang bahwa seiring dengan amanah yang semakin besar kita dapatkan, bukan berarti kita hanya menuntut hak, justru saat amanah semakin besar, semakin banyak pula hak orang yang harus kita tunaikan. Pertanyaannnya sanggupkah kita? Dengan pola pandang sperti ini, insya ALLAh kita akan memandang jabatan bukan sebagi kesempatan untuk mendpat penghormatan lebih dari orang lain, melainkan sebagai tambahan tugas dan tanggung jawab lebih yang menuntut pertanggung jawaban kita dunia akhirat,sehingga insya ALLAH kita bukan lagi mengejar jabatan dan kehormatannya tapi menerima dengan ikhlas semua yang digariskan untuk kita.