Selasa, 27 Mei 2014

GILA HORMAT



Membaca artikel tentang lemah iman di majalah Aulia edisi agustus 2011, saya tertarik membaca salah satu poin tanda lemah iman : senang “ngetop” yang dibagi lagi menjadi :

a.       Senang pada kekuasaan dan jabatan, dan ia tidak lagi berpikir tentang tanggung jawab seperti apa yang akan menyertainya. Benarlah sabda Rasulullah ‘ sesungguhnya kalian nanti akan sangat berambisi terhadap kepemimpinan padahal kelak ia di akhirat akan menjadi penyesalan. . “Kedudukan itu nanti merupakan sesuatu yang dapat membuat engkau hina, kedua kedudukan itu nanti akan memberi penyesalan. Ketiga, kedudukan itu akan menjadi penyebab siksaan di hari akhirat  kecuali jika orang yang mendapat kedudukan itu dapat bersikap adil, tetapi bagaimana mungkin seseorang itu dapat berlaku adil dengan kaum kerabatnya” (HR Bazaar dan Thabrani)

b.      Suka menjadi narasumber dalam majelis

c.       Gila hormat, padahal Rasulullah bersabda ‘barangsiapa yang senang bila hamba hamba Allah bangkit berdiri untuknya maka bersiap siaplah ia menempati tempatnya di neraka’ (HR Bukhari)

Merinding juga aku memikirkannya, karena banyak sekali kita jumpai poin ini dalam kehidupan kita, bahkan aku pun salah satunya, Ya Allah ampuni hamba. Tidak bisa kusangkal dulu aku begitu haus akan ambisi. Ambisi diakui, dianggap pintar, dianggap serba bisa, kuhabiskan waktuku, kuhabiskan perasaanku untuk mengejar pengakuan demi pengakuan. Tapi semakin banyak pengakuan manusia kudapatkan, batinku tidak pernah bebas dari rasa gelisah. Kenapa? Batinku tidak pernah puas, dan selalu tersiksa. Sudah puluhan piala aku kumpulkan, tapi kenapa aku tetap marah jika ada yang meremehkan kemampuanku? Harus seperti apa lagi aku mengumpulkan pengakuan?

Hari ini pun aku masih mengejar, mengejar kedudukan, mengejar ‘menjadi narasumber dalam majelis’, membayangkan puas dan senangnya jika manusia berdiri menghormat dan bertepuk tangan padaku ketika aku memasuki ruangan. Ya Allah, betapa kerdil jiwa hamba.

Padahal kurenungkan, itu tidak akan membawaku kemana mana. Ya tidak akan! Suatu waktu kedudukan seperti apapun yang kuraih akan berakhir pula waktunya, sebanyak apapun seminar yang menghadirkanku akan selesai juga masanya berganti pembicara lainnya, dan sebanyak apapun manusia berdiri menghormat, maka akan selesai juga waktunya. Apakah aku tak bisa mengambil pelajaran? Lihatlah pejabat paling tinggi pun harus pensiun dari kedudukannya, lihatlah guru besar paling ‘besar ‘ pun akhirnya tua, sakit sakitan dan harus menyerah untuk menjadi ‘narasumber’, lihatlah orang paling berkuasa di negeri ini pun akhirnya harus lengser dan tak ada lagi yang berdiri menghormatinya. Lalu apa yang tersisa?

Hanya dirimu dan pertanggungjawabanmu pada Tuhanmu.

Maka, sekarang, sebelum mencicip manis ‘madu’ itu, kunasihatkan padamu jiwaku yang haus akan ambisi, Tenanglah! Lihatlah yang hakiki, bukan polesan di luar. Pergunakan waktumu untuk mencari ridha Nya saja. Jika Allah menakdirkan semua hal di atas kau dapatkan, maka perlakukanlah kedudukan, kepintaran, dan penghormatan orang kepadamu hanya di tanganmu, bukan di hatimu. Tidak usah kau cari, dan tidak usah mengejarnya. Jadikan dunia ada di tanganmu, bukan di hatimu, karena yang ada di hatimu harusnya hanya cukup satu, Allah Azza Wa Jalla

Tidak ada komentar:

Posting Komentar