Membaca artikel tentang lemah
iman di majalah Aulia edisi agustus 2011, saya tertarik membaca salah satu poin
tanda lemah iman : senang “ngetop” yang dibagi lagi menjadi :
a. Senang
pada kekuasaan dan jabatan, dan ia tidak lagi berpikir tentang tanggung jawab
seperti apa yang akan menyertainya. Benarlah sabda Rasulullah ‘ sesungguhnya
kalian nanti akan sangat berambisi terhadap kepemimpinan padahal kelak ia di
akhirat akan menjadi penyesalan. . “Kedudukan itu nanti merupakan sesuatu yang
dapat membuat engkau hina, kedua kedudukan itu nanti akan memberi penyesalan.
Ketiga, kedudukan itu akan menjadi penyebab siksaan di hari akhirat kecuali jika orang yang mendapat kedudukan
itu dapat bersikap adil, tetapi bagaimana mungkin seseorang itu dapat berlaku
adil dengan kaum kerabatnya” (HR Bazaar dan Thabrani)
b. Suka
menjadi narasumber dalam majelis
c. Gila
hormat, padahal Rasulullah bersabda ‘barangsiapa yang senang bila hamba hamba
Allah bangkit berdiri untuknya maka bersiap siaplah ia menempati tempatnya di
neraka’ (HR Bukhari)
Merinding juga
aku memikirkannya, karena banyak sekali kita jumpai poin ini dalam kehidupan
kita, bahkan aku pun salah satunya, Ya Allah ampuni hamba. Tidak bisa kusangkal
dulu aku begitu haus akan ambisi. Ambisi diakui, dianggap pintar, dianggap
serba bisa, kuhabiskan waktuku, kuhabiskan perasaanku untuk mengejar pengakuan
demi pengakuan. Tapi semakin banyak pengakuan manusia kudapatkan, batinku tidak
pernah bebas dari rasa gelisah. Kenapa? Batinku tidak pernah puas, dan selalu
tersiksa. Sudah puluhan piala aku kumpulkan, tapi kenapa aku tetap marah jika
ada yang meremehkan kemampuanku? Harus seperti apa lagi aku mengumpulkan
pengakuan?
Hari ini pun aku
masih mengejar, mengejar kedudukan, mengejar ‘menjadi narasumber dalam
majelis’, membayangkan puas dan senangnya jika manusia berdiri menghormat dan
bertepuk tangan padaku ketika aku memasuki ruangan. Ya Allah, betapa kerdil
jiwa hamba.
Padahal
kurenungkan, itu tidak akan membawaku kemana mana. Ya tidak akan! Suatu waktu
kedudukan seperti apapun yang kuraih akan berakhir pula waktunya, sebanyak
apapun seminar yang menghadirkanku akan selesai juga masanya berganti pembicara
lainnya, dan sebanyak apapun manusia berdiri menghormat, maka akan selesai juga
waktunya. Apakah aku tak bisa mengambil pelajaran? Lihatlah pejabat paling
tinggi pun harus pensiun dari kedudukannya, lihatlah guru besar paling ‘besar ‘
pun akhirnya tua, sakit sakitan dan harus menyerah untuk menjadi ‘narasumber’,
lihatlah orang paling berkuasa di negeri ini pun akhirnya harus lengser dan tak
ada lagi yang berdiri menghormatinya. Lalu apa yang tersisa?
Hanya dirimu dan
pertanggungjawabanmu pada Tuhanmu.
Maka, sekarang,
sebelum mencicip manis ‘madu’ itu, kunasihatkan padamu jiwaku yang haus akan
ambisi, Tenanglah! Lihatlah yang hakiki, bukan polesan di luar. Pergunakan
waktumu untuk mencari ridha Nya saja. Jika Allah menakdirkan semua hal di atas
kau dapatkan, maka perlakukanlah kedudukan, kepintaran, dan penghormatan orang
kepadamu hanya di tanganmu, bukan di hatimu. Tidak usah kau cari, dan tidak
usah mengejarnya. Jadikan dunia ada di tanganmu, bukan di hatimu, karena yang
ada di hatimu harusnya hanya cukup satu, Allah Azza Wa Jalla
Tidak ada komentar:
Posting Komentar