Selasa, 27 Mei 2014

POST POWER SYNDROME






Dalam perjalananan saya sebagai pegawai yang ibaratnya baru merangkak ini, Alhamdulillah saya diberi kesempatan mengamati dan merenungi  post power syndrome yang menghinggapi beberapa pegawai yang pensiun. 

post power syndrome sendiri adalah suatu sindrom psikologis dimana setelah kehilangan jabatan, kedudukan di masyarakat, keluarga atau pekerjaannya seseorang merasa kehilangan percaya diri, dan mencari-cari pembuktian eksisitensi dirinya, hal ini dilakukan karena biasanya seseorang belum siap atas kehilangan yang dialaminya, belum pernah mempersiapkan kegiatan pengganti, atau menolak berpikir ke arah yang lebih jauh ketika sedang berada di puncak kekuasaannya atau comfort zone nya.




Ada pegawai yang belum mau dipanggil mantan, dan masih berilusi dia memegang jabatan penting dan masih mempunyai peranan penting, ada pegawai yang kaget ketika dihadapkan hari-hari pensuiun sedangkan belum menyiapkan kegiatan lain yang bisa dilakukan , alhasil harinya dihabiskan dengan merenungi keadaan tanpa kegiatan bermanfaat. 

Dan yang paling berlebihan menurut saya adalah pegawai yang bersikeras merasa besar dan masih harus dihormati dengan merencanakan berbagai macam rencana dan melibatkan orang-orang yang belum ditanya kesediaannya, tapi merasa dia masih bisa memerintah orang-orang tersebut. 




Merenungkan semua ini, saya mengambil kesimpulan bahwa post power syndrome harus disikapi sejak dini, kalau bisa malah sejak kita mulai bekerja, agar kita tidak mengalami gejala kesulitan penyesuaian diri.


  • Pertama, marilah kita membersihkan niat dan tujuan kita dahulu,yaitu bahwa cukuplah kita hidup, bekerja dan berusaha adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Begitu keyakinan itu tertancap kuat di benak kita, insya Allah kita akan menjalani kehidupan dengan lebih ikhlas. Ikhlas jika kita mendapat kedudukan , ikhlas jika kita melepas kedudukan, karena bukanlah itu yang kita pegang, tapi ridha Nya semata 

  •  Kedua, ayo kita mulai memandang bahwa seiring dengan amanah yang semakin besar kita dapatkan, bukan berarti kita hanya menuntut hak, justru saat amanah semakin besar, semakin banyak pula hak orang yang harus kita tunaikan. Pertanyaannnya sanggupkah kita? Dengan pola pandang sperti ini, insya ALLAh kita akan memandang jabatan bukan sebagi kesempatan untuk mendpat penghormatan lebih dari orang lain, melainkan sebagai tambahan tugas dan tanggung jawab lebih yang menuntut pertanggung jawaban kita dunia akhirat,sehingga insya ALLAH kita bukan lagi mengejar jabatan dan kehormatannya tapi menerima dengan ikhlas semua yang digariskan untuk kita.
Ketika kekuasaan itu diberikan kepada orang lain, jangan ada perasaan tersisih, tergeser, minder atau dipermalukan. Sebaliknya, serahkan semua kepada Allah saja. Sebab kekuasaan, jabatan, kekayaan, wewenang dan lainnya, datang dari Allah. Hak Allah untuk mencabut semuanya dan kita jangan sakit hati, baik kepada Allah atau pun kepada orang yang menggantikan diri kita.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar